Walaupun perang Iran-Irak yang dimulai dari tahun 1980-1988, tapi sebenarnya perang antara Iran versus Irak ini sudah dimulai sejak berabad-abad yang lalu. Kejadian ini bermula pada berlarut-larutnya permusuhan yang terjadi antara kerajaan Mesopotamia (terletak di lembah sungai Tigris-Eufrat, yang kini menjadi sebuah negara Irak modern) dengan kerajaan Persia atau negara Iran modern. Tahun 1980 Saddam menyerang Iran dgn harapan menguasai wilayah dan minyak Iran. Selain itu ada sentimen Arab vs Persia dan Sunni vs Syi’ah.
Dilihat dari perspektif sejarah, pecahnya permusuhan pada tahun 1980 adalah hanya fase lain dari konflik Persia-Arab kuno mengenai sengketa perbatasan. Banyak pengamat percaya bahwa keputusan Saddam Hussein untuk menyerang Iran adalah salah perhitungan pribadi berdasarkan ambisi dan rasa kerentanan. Meskipun telah membuat langkah signifikan dalam menempa sebuah negara-bangsa Irak, Saddam Hussein takut bahwa kepemimpinan baru Iran yang revolusioner akan mengancam keseimbangan Irak SunniShia dan akan mengeksploitasi kerentanan geostrategis Irak misalnya, akses minimal Irak ke Teluk Persia.
Perang Iran-Irak adalah sebuah ragam peristiwa yang termasuk dalam perpecahan agama, sengketa perbatasan, dan perbedaan politik. Konflik ini berkontribusi terhadap pecahnya permusuhan yang berkisar dari berabad-abad lalu antara Sunni versus Syiah dan Arab versus Persia mengenai perselisihan agama dan etnis dengan permusuhan pribadi antara Saddam Hussein dan Ayatollah Khomeini. Di atas semua itu, Irak meluncurkan perang dalam upaya untuk mengkonsolidasikan kekuatannya yang meningkat di dunia Arab dan menggantikan Iran sebagai negara Teluk Persia yang dominan.
Kekuatan tempur Iran dan Iraq
Kekuatan Irak Ditinjau dari sudut militernya, Irak jauh lebih canggih dalam hal persenjataan dan juga keuangan untuk mendukung jalannya perang. Mereka juga sangat mudah mendapatkan membeli persenjataan dari Inggris, Jerman Barat, Italia, dan Perancis baik secara terang-terangan atau melalui pihak ketiga yakni Saudi Arabia. Dalam perang Irak-Iran, Irak bekerja sama dengan sebagian Negara-negara Arab lainnya di Teluk Persia. Mereka telah menyiapkantiga Milyar Dollar Amerika untuk persenjataan Irak. Irak sendiri mempunyai tidak kurangdari 35 Milyar Dollar Amerika dalam bentuk devisa dan ditambah uang dari penghasilan minyak yang dialirkan melalui pipa-pipa minyak yang melewati Suriah dan Turki jumlahnya kira-kira tak kurang dari 1 juta barel per hari.
Kekuatan Iran Dalam perang Iran-Irak, Iran tidak dibantu oleh Negara lain. Mereka berjuang sendirian melawan Irak yang dibentu oleh Negara-negara barat terutama Amerika Serikat dan sebagian Negara Arab. Awal dari serangan Irak yang secara tiba-tiba, cukup membuat Iran kaget. Tetapi itu tidak berlangsung lama, karena militer mereka cepat bergegas. Angkatan Udara mereka didukung oleh pesawat-pesawat pembom phantom untuk membalas serangan dari Irak. Irak hanya mempunyai cadangan minyak yang hanya cukup untuk kebutuhan dalam negeri. Iran juga diperkirakan kekurangan kerosene. Karena pendapatannya dari minyak dalam devisa asing menurun, maka Iran terpaksa memakai uang simpanannya yang berjumlah kira-kira 6 Milyar Dollar.
Dalam masalah persenjataan Iran sulit mendapatkannya karena terhalang masalah embargo. Dengan keterbatasan peralatan perang, Iran tetap optimis tidak akan kalah melawan Irak. Mereka memakai taktik perang jangka panjang. Tujuannya agar Iran dapat menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein. Kekuatan Iran terletak pada Angkatan Udara yang mempunyai peralatan modern sekali dalam jumlah yang besar. Iran mempunya 57 pesawat pengangkut tempur C 130, 250 buah pesawat pembom phantom, 160 buah F 16, 80 buah F 14, 200 buah F 4, dan 120 buah F 5. Pesawat F 4 dilengkapi dengan peluru kendali Phoenix. Angkatan darat mereka memiliki 800 tank M60 dan M47 buatan Amerika. Mereka juga mempunyai 760 buah Chieftank, 250 Scorpion, 1500 Iranian Lion, ketiganya merupakan buatan Inggris.
Mereka juga mempunyai tank sedikitnya 3000 buah. Angkatan Laut Iran dipersenjatai dengan pesawat pengintai P36, puluhan kapal patrol, 3 buah kapal selam Tank, 4 destroyer Spruance yang baik untuk mengebom pantai tetapi juga bagus untuk menghancurkan kapal selam dan satu seri hydroglisseur yang ditahun 1978 jumlahnya melebihi yang dipunyai Angkatan Laut Inggris sehinnga mereka dapat mendarat di air yang sedangkal apapun di Teluk Persia.
Pertahanan Iran juga di bantu oleh Pasdaran. Pasdaran lahir berbarengan dengan revolusi Iran. Anggota Pasdaran diambil dari sukarelawan yang sudah dewasa baik laki-laki maupun wanita. Sebelum perang kekuatan Pasdaran tidak begitu besar. Perdana Menteri Bazargan mencoba menghapus para tentara itu tetapi tidak berhasil. Kemudian Bani Sadr memegang kendali Pasdaran lalu membubarkan tetapi gagal juga. Perang ini membuat julah Pasdaran empat kali lipat lebih besar. Senjata yang dipeggang Pasdaran hanya berupa senjata yang ringan seperti senapan mesin, bazooka dan sebagainya. Senjata Pasdaran dibantu oleh rakyat yang membentuk sejenis organisasi pertahanan sipil (bassif), dewan-dewan desa dan kota (shoura mahali) yang di bentuk atas prakasa almarhum Ayatola teleghani yang bertugas mengatasi masalah-masalah sosial. Dewan-dewan pabrik, serikat-serikat buruh dan para petani juga ikut membantu dalam perang ini.
Masa pertempuran
Perang Iran-Irak juga dikenali sebagai Pertahanan Suci dan Perang Revolusi Iran di Iran, dan Qadisiyyah Saddam (قادسيّة صدّام, Qādisiyyat Saddām) di Irak, adalah perang di antara Irak dan Iran yang bermula pada bulan September 1980 dan berakhir pada bulan Agustus 1988. Umumnya, perang ini dikenali sebagai Perang Teluk Persia.
Peperangan ini bermula ketika pasukan Irak menerobos perbatasan Iran pada 22 September 1980 akibat masalah perbatasan yang berlarut-larut antara kedua negara dan juga kekhawatiran Saddam Hussein atas perlawanan Syiah yang dibawa oleh Imam Khomeini dalam Revolusi Iran. Walaupun Irak tidak mengeluarkan pernyataan perang, tentaranya gagal dalam misi mereka di Iran dan akhirnya serangan mereka dapat dipukul mundur Iran. Walaupun PBB meminta adanya gencatan senjata, pertempuran tetap berlanjut sampai tanggal 20 Agustus 1988; Pertukaran tawanan terakhir antara kedua negara ini terjadi pada tahun 2003. Perang ini telah mengubah wilayah dan situasi politik global.
Pada bulan April 1980 Ad-Dawah Iran yang didukung berusaha untuk membunuh menteri luar negeri Irak Tariq Aziz. Tak lama setelah serangan granat yang gagal pada Tariq Aziz, Ad-Dawah diduga mencoba untuk membunuh seorang pemimpin Irak, Menteri Kebudayaan dan Informasi Latif Nayyif Jasim. Sebagai tanggapan, rakyat Irak segera mengumpulkan anggota dan pendukung Ad-Dawah dan mendeportasi ribuan Syiah asal Iran. Pada musim panas 1980, Saddam Hussein memerintahkan eksekusi kepada pemimpin Ad-Dawah Ayatollah Sayyid Muhammad Baqr As-Sadr dan adiknya.
Pada bulan September 1980, pertempuran perbatasan meletus di sektor tengah dekat Qasr-e Shirin, dengan saling menembakan artileri oleh kedua belah pihak. Beberapa minggu kemudian, Saddam Hussein secara resmi membatalkan perjanjian 1975 antara Irak dan Iran dan mengumumkan bahwa Shatt al Arab itu kembali ke kedaulatan Irak. Iran menolak tindakan ini dan permusuhan meningkat di kedua belah pihak saling menyerang dengan serangan bom ke dalam wilayah masing-masing lawan, disinilah permulaan dari apa yang akan menjadi perang berlarut-larut dan sangat mahal.
Baghdad awalnya merencanakan kemenangan cepat atas Teheran. Saddam mengharapkan invasi di daerah yang berbahasa Arab, yang kaya minyak (Khuzistan) untuk menghasilkan pemberontakan Arab melawan rezim fundamentalis Islam Khomeini. Pemberontakan ini tidak terwujud, bagaimanapun, dan minoritas Arab tetap setia kepada Teheran.
Pada tanggal 22 September 1980, formasi MiG-23S dan MiG21s Iraq menyerang pangkalan udara Iran di Mehrabad dan Doshen-Tappen (keduanya dekat Teheran), serta Tabriz, Bakhtaran, Ahvaz, Dezful, Urmia (kadang-kadang disebut sebagai Urumiyeh), Hamadan , Sanandaj, dan Abadan. Tujuan mereka adalah untuk menghancurkan angkatan udara Iran yang berada di daratan – pelajaran yang dapat dipetik dari Perang Arab-Israel Juni 1967. Mereka berhasil menghancurkan landasan pacu dan depot bahan bakar dan amunisi, tapi banyak dari persediaan pesawat Iran yang tersisa utuh. Pertahanan Iran ditangkap oleh kejutan, tetapi serangan Irak gagal karena jet Iran dilindungi di hanggar khusus dan karena bom yang dirancang untuk menghancurkan landasan pacu tidak benar-benar melumpuhkan lapangan udara Iran sangat besar. Dalam beberapa jam, F-4 Phantom Iran lepas landas dari pangkalan yang sama, berhasil menyerang sasaran strategis penting dekat dengan kota-kota Irak besar, dan kembali dengan kerugian sangat sedikit.
Bersamaan, enam divisi militer Irak masuk Iran pada tiga front dalam serangan kejutan awalnya sukses, di mana mereka melaju sejauh delapan kilometer ke daratan dan menduduki 1.000 kilometer persegi wilayah Iran.
Iran mungkin telah mencegah kemenangan cepat Irak oleh mobilisasi cepat relawan dan penyebaran pasukan Pasdaran setia ke garis depan. Selanjutnya, Pasdaran dan Basij (apa yang disebut Khomeini dengan “Tentara Twenty Million” atau Milisi Rakyat) direkrut setidaknya 100.000 relawan. Sekitar 200.000 tentara dikirim ke garis depan pada akhir November 1980. Mereka adalah tentara yang berkomitmen pada ideologis (beberapa anggota bahkan membawa kafan mereka sendiri ke garis depan dengan harapan kesyahidan) yang bertempur dengan gagah berani. Sebagai contoh, pada tanggal 7 november 1980 unit komando memainkan peran penting, dengan angkatan laut dan angkatan udara, dalam sebuah serangan terhadap terminal ekspor minyak Irak di Mina al-Bakr dan Al-Faw. Iran berharap untuk mengurangi sumber daya keuangan Irak dengan mengurangi pendapatan minyaknya. Iran juga menyerang pipa utara pada hari-hari awal perang dan membujuk Suriah untuk menutup pipa Irak yang melintasi wilayahnya.
Irak dengan mudah maju di bagian utara dan tengah dan hancur perlawanan Pasdaran yang tersebar di sana. Pasukan Irak, bagaimanapun, menghadapi perlawanan tak kenal lelah di Khuzestan. Presiden Saddam Hussein dari Irak mungkin berpikir bahwa sekitar 3 juta orang Arab Khuzestan akan bergabung dengan Irak terhadap Teheran. Sebaliknya, banyak sekutu dengan pasukan reguler dan teratur Iran bersenjata dan bertempur dalam pertempuran di Dezful, Khorramshahr dan Abadan. Segera setelah menguasai Khorramshahr (Khorramshahr adalah simbol pertahanan dan kegigihan dalam menghadapi pendudukan Rezim Saddam Hussein), pasukan Irak kehilangan inisiatif mereka.
Teheran menolak tawaran permukiman dan memegang garis melawan kekuatan militer unggulan Irak. Ini fase menolak untuk menerima kekalahan, dan perlahan-lahan mulai serangkaian membalas serangan pada bulan Januari 1981. Baik relawan dan angkatan bersenjata reguler sangat ingin bertarung, yang terakhir melihat kesempatan untuk mendapatkan kembali prestise yang hilang karena hubungan mereka dengan rezim Syah.
Serangan balik besar pertama Iran gagal untuk ranah politik dan militer. Presiden Bani Sadr terlibat dalam perebutan kekuasaan dengan tokoh agama kunci dan bersemangat untuk mendapatkan dukungan politik di antara angkatan bersenjata dengan keterlibatan langsung dalam operasi militer. Dengan kurangnya keahlian militer, ia memulai serangan prematur oleh tiga resimen lapis baja biasa tanpa bantuan dari unit Pasdaran. Ia juga gagal memperhitungkan bahwa tanah dekat Susangerd berlumpur akibat musim hujan sebelumnya, yang akan membuat kegiatan memasok sulit. Sebagai hasil dari pengambilan keputusan taktis nya, pasukan Iran dikelilingi di tiga sisi. Dalam keadaan saling tembak, banyak kendaraan lapis baja Iran hancur atau harus ditinggalkan mereka karena baik terjebak di lumpur atau diperlukan perbaikan kecil. Untungnya bagi Iran, namun pasukan Irak gagal untuk menindaklanjuti dengan serangan lain.
Gencatan Senjata
Antara bulan April hingga bulan Agustus 1988, arah pertempuran mulai kembali menguntungkan Irak setelah Irak berhasil meraih beberapa kemenangan penting atas Iran. Dalam pertempuran pada kurun waktu tersebut, Irak juga berhasil merebut sejumlah besar alutsista milik Iran & menguasai kembali Semenanjung Al-Faw serta Kepulauan Majnun yang kaya minyak. Iran yang mulai terdesak akhirnya mau menerima Resolusi Dewan Keamanan PBB 598 sekaligus mengakhiri Perang Irak-Iran yang sudah berlangsung selama 8 tahun pada tanggal 20 Agustus 1988.
Perang Iran-Irak membawa kerugian besar bagi kedua belah pihak, baik dari segi material & korban jiwa. Jumlah kerugian material bagi masing-masing negara diperkirakan mencapai 500 juta dollar AS. Sebagai akibatnya, pembangunan ekonomi menjadi terhambat & ekspor minyak kedua negara terganggu. Jumlah kerugian lebih besar harus ditanggung Irak yang selama perang memang aktif mencari pinjaman uang untuk menambah alutsista.
Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah korban tewas dalam Perang Irak-Iran. Beberapa sumber memperkirakan bahwa jumlah korban tewas Irak mungkin mencapai 200.000 jiwa lebih, sementara Iran mencapai 1 juta jiwa sebagai akibat dari taktik militer Iran yang banyak mengorbankan tentaranya untuk berhadap-hadapan langsung dengan moncong senjata musuh. Jumlah tersebut belum termasuk mereka yang meninggal kemudian akibat luka parah & penyakit, termasuk akibat penggunaan senjata kimia Irak yang berdampak jangka panjang.
Selain kerugian material & korban jiwa, tidak ada perubahan berarti pasca perang. Wilayah-wilayah yang menjadi bahan sengketa statusnya kembali seperti sebelum perang & batas antara kedua negara juga tidak banyak berubah. Wilayah perairan Shatt al-Arab contohnya, tetap dibagi menjadi milik kedua negara dengan batasnya adalah titik terdalam pada perairan. Pasca perang, kedua negara juga melakukan perbaikan hubungan bilateral.
Hasil akhir dari perang Iran-Irak ini adalah berakhirnya perang yang tanpa tanpa pemenang antara kedua belah pihak dan status wilayah sengketa tidak berubah dengan estimasi korban jiwa di kedua belah pihak, yakni Irak sekitar 200.000 jiwa dan Iran sekitar 1.000.000 jiwa.
Dampak pasca perang
Perang Iran – Irak berakhir setelah kedua negara bersedia menerima resolusi DK PBB no. 598 tentang genjatan senjata, dan secara resmi mengakhiri perang yang sudah terjadi selama 8 tahun pada tanggal 20 Agustus 1988. Keduanya kemudian merealisasikan genjatan senjata dengan saling tukar menukar tawanan perang dan kemudian dilanjutkan dengan hubungan diplomatik.
Dengan berakhirnya perang Iran – Irak membawa kerugian besar bagi keduabelah pihak dari segi material, sosila, ekonomi dan politik. Dari segi material bagi masing – masing negara diperkirakan mencapai U$ 500 juta. Sebagai akibatnya pembangunan ekonomi jadi terhambat, produksi minyak menurun sangat drastis dan hal ini jelas mempengaruhi perekonomian dunia, khususya industri – industri di dunia Barat dan Jepang. Di samping itu Mesir yang sejak persetujuan damai dengan Israel dikucilkan oleh negara Arab terutama Saudi Arabia, mulai di dekati kembali. Kerugian lebih besar harus di tanggung Irak karena selama perang Irak memang aktif mencari pnjaman untuk menambah alusista.
Selain itu kondisi dan kemampuan Irak setelah perang Teluk pun jauh di bawah keadaan sebelum Perang Teluk. Ladang minyak dari kedua negara mengalami kerusakan, untuk Irak di daerah Kirkuk, Basra dan Fao, sedangkan untuk Iran mengalami kerusakan di pulau Kharg dan Abadan.
Dalam perang Iran – Irak jumlah korban tewas Irak mencapai 200.000 jiwa lebih, sedangkan korban tewas Iran mencapai 1 Juta jiwa lebih. Iran lebih banyak memakan korban jiwa karena militer Iran banyak mengorbankan tentaranya untuk berhadapan langsung dengan senjata musuh. Jumlah tersebut belum tersebut belum termasuk korban luka parah dan penyakit “syndrom Perang Teluk”.
Setelah perang selesai, terjadi tak terjadi perubahan yang besar pasca perang. Wilayah – wilayah yang menjadi bahan sengketa statusnya kembali seperti sebelum perang dan batas kedua negara juga tidak berubah. Contohnya wilayah perairan Shatt al- Arab tetap dibagi menjadi milik kedua negara. Pasca perang kedua negara juga melakukan perbaikan hubungan bilateral.
Iran dan Irak merupakan dua negara yang bertetangga, namun keduanya tidak dapat saling akur, hal ini disebabkan karena keduanya merasa sama–sama lebih unggul. Hal ini diperjelas lagi setelah kemenangan kaum revolusioner di Iran yang berhasil menumbangkan rezim monarki dan menggantinya menjadi negara Republik Islam Iran serta ingin mengekspor revolusinya ke negara negara – negara Arab lainnya yang masih berbentuk monarki. Hal ini mendorong Irak untuk tampil sebagai juru selamat bangsa Arab dari ancaman invasi revolusi Iran.
Sebab umum perang Iran – Irak :
- Kedua negara tidak mau mengakui keunggulan masing – masing
- Masalah minoritas etnis
- Perbedaaan orientasi politik luar negeri
- Irak beruasaha untuk merebut kembali beberapa daerah Arab yang telah di klaim oleh Iran (Shatt al – Arab dan tiga pulau kecil di selat Hormus menurut perjanjian Algiers th 1975).
Sebab Khusus Perang Iran – Irak
- Adanya serangan granat pada tanggal 1 April 1980 terhadap wakil PM Irak Tariq Aziz yang diduga didalangi oleh Iran
- Adanya pengusisran ribuan keturunan Iran oleh sadam, serta melancarkan serangan yang sengit terhadap pribadi Khomeini dan membatalkan perjanjian Algiers. Sedangkan Menlu Iran Shodeh Godzadeh berjanji untuk menumbangkan rezim Baath yang berkuasa di Irak serta memutuskan hubungan diplomatik.
- Kedua negara saling menempatkan pasukan masing – masing di daerah perbatasan dalam jumlah yang cukup besar (Subaryana, 1997 : 28 – 29).
Perang Irak Iran berlangsung selama 8 tahun, yakni antara 1980-1988. Irak di dukung oleh bangsa Arab dan Barat, sedangkan Iran didukung oleh sebagian kecil dan hanya bermodalkan semangat dari rakyat sendiri. Dalam perang tersebut masing-masing menunjukan kekuatannya. Mereka saling menyerang walau peristiwa tersebut dunia Internasional mengecamnya. Bahkan PBB selaku organisasi dunia yang bertujuan untuk menciptakan keamanan pun turun tangan dengan mengeluarkan resolusi No. No.598 pada tanggal 20 Juli 1987 agar kedua belah pihak melakukan genjatan senjata. Tetapi di tolak. Tetapi pada akhirnya Pada akhir Juli 1988, Iran menyatakan kesediaanya untuk menerima usul genjatan senjata seperti yang tercantum dalam Resolusi DK PBB No.598. Iran mendapat kompensasi dari Irak sebesar 150 juta dolar AS pertahun. Tidak ada yang menang dalam perang tersebut.
Perang ini juga memiliki kemiripan seperti Perang Dunia I. Taktik yang digunakan seperti pertahanan parit, pos-pos pertahanan senapan mesin, serangan dengan bayonet, penggunaan kawat berduri, gelombang serangan manusia serta penggunaan senjata kimia (seperti gas mustard) secara besar-besaran oleh tentara Irak untuk membunuh pasukan Iran dan juga penduduk sipilnya, seperti yang dialami juga oleh warga suku Kurdi di utara Irak. Dalam perang ini dipercaya lebih dari satu juta tentara serta warga sipil Irak dan Iran tewas, dan lebih banyak lagi korban yang terluka dari kedua belah pihak selama pertempuran berlangsung.
Perang Iran-Irak yang terjadi pada tahun 1980-1988 diperkirakan 1,3 juta korban tewas dari kedua belah pihak (belum termasuk korban luka-luka) dan total kerugian US$ 1 trilyun (Rp 9000 trilyun)
0 komentar:
Posting Komentar